Selasa, 22 April 2008

Berhentilah jadi Gelas

Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan
ini selalu tampak murung. "Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak
hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?" sang
Guru bertanya. "Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi
saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya,"
jawab sang murid muda. Sang Guru terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua
genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu." Si
murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya
itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.
"Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu," kata Sang
Guru. "Setelah itu coba kau minum airnya sedikit." Si murid pun
melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin. "Bagaimana
rasanya?" tanya Sang Guru. "Asin, dan perutku jadi mual," jawab si murid
dengan wajah yang masih meringis. Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah
muridnya yang meringis keasinan. "Sekarang kau ikut aku." Sang Guru
membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. "Ambil garam yang
tersisa, dan tebarkan ke danau." Si murid menebarkan segenggam garam yang
tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia
ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya
tak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu pikirnya. "Sekarang, coba kau
minum air danau itu," kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar
untuk didudukinya, tepat di pinggir danau. Si murid menangkupkan kedua
tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu
meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di
tenggorokannya, Sang Guru bertanya kepadanya, "Bagaimana rasanya?" "Segar,
segar sekali," kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung
tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas
sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti,
air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.
"Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?" "Tidak sama sekali," kata
si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Sang Guru hanya
tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau
sampai puas. "Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. "Segala
masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak
lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus
kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk
dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak
bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada
satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan
dan masalah." Si murid terdiam, mendengarkan. "Tapi Nak, rasa `asin’ dari
penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya ‘qalbu’(hati)
yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah
jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau."

Tidak ada komentar: